Admin

QA

7 Cara Menyikapi Perubahan Tool atau Framework Automated Testing dalam Suatu Project

19 Juli 2025 4 min read 0 Komentar
7 Cara Menyikapi Perubahan Tool atau Framework Automated Testing dalam Suatu Project

Dalam dunia software development yang semakin dinamis, perubahan adalah sesuatu yang wajar dan tidak bisa dihindari. Salah satu perubahan yang cukup sering terjadi adalah pergantian testing framework atau automated testing tools di sebuah project.

Sebagai QA Engineer, kita harus menyadari bahwa perubahan semacam ini bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Tool yang sebelumnya menjadi standar bisa digantikan karena alasan efficiency, scalability, integrasi yang lebih baik, atau bahkan karena pertimbangan biaya lisensi.

Dalam artikel ini, saya ingin berbagi pandangan saya sebagai seorang QA tentang bagaimana sebaiknya kita menyikapi perubahan tool automated testing agar tetap produktif, profesional, dan tumbuh bersama tim development.

1. Positive Thinking — Jadikan Ini Peluang Upgrade Skill

Salah satu kunci utama dalam menyikapi perubahan adalah berpikir positif. Alih-alih melihat pergantian tool sebagai beban tambahan, anggaplah ini sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri.

Setiap tool atau framework memiliki pendekatan dan keunikan tersendiri. Belajar testing framework baru seperti Playwright, Cypress, atau bahkan berpindah dari Selenium ke Katalon atau TestCafe, membuka cakrawala baru dan memperkaya wawasan teknikal kita. Di sisi lain, ini juga meningkatkan market value kita sebagai QA Engineer di pasar kerja yang kompetitif.

2. Minta Penjelasan Goal dan Deadline yang Jelas

Perubahan tool tentu membutuhkan waktu adaptasi: mulai dari setup environment, menulis ulang test cases, hingga memastikan pipeline CI/CD tetap berjalan mulus.

Sebagai QA, penting untuk meminta penjelasan yang jelas:

  • Apa goal dari perubahan ini?
  • Kapan target migrasi selesai?
  • Apakah ada masa transisi antara tool lama dan tool baru?

Dengan mendapatkan informasi tersebut, kita bisa mengatur ekspektasi dan menyusun strategi yang lebih realistis dalam menyelesaikan pekerjaan.

Jangan terjebak dalam janji “cepat selesai” tanpa analisa matang. Tool testing bukan sekadar ganti skrip, tapi ekosistem yang berhubungan dengan kualitas produk.

3. Hindari Perdebatan yang Tidak Produktif

Mempertanyakan keputusan adalah hal yang sehat, terutama jika perubahan dilakukan secara sepihak. Namun, hindari perdebatan panjang yang tidak berorientasi pada solusi.

Lebih baik fokus pada diskusi yang konstruktif:

  • Apakah tool baru mampu memenuhi kebutuhan testing saat ini?
  • Bagaimana rencana pelatihan tim?
  • Apakah ada data proof of concept yang mendukung keputusan ini?

Dengan pendekatan ini, kita tetap kritis namun tetap profesional.

4. Jangan Baper — Effort Lama Tidak Sia-Sia

Kadang kita merasa kecewa karena test suite yang sudah ditulis berbulan-bulan harus dibuang atau ditulis ulang. Tapi ingatlah bahwa effort tersebut tetap berkontribusi terhadap kualitas project sebelumnya.

Perubahan adalah bagian dari pertumbuhan. Apa yang kita bangun menjadi landasan bagi keputusan selanjutnya. Kemampuan kita beradaptasi dan tetap menjaga semangat adalah kualitas penting seorang QA profesional.

5. Bersikap Proaktif — Bantu Percepat Transisi

Daripada hanya menunggu instruksi, cobalah bersikap proaktif:

  • Pelajari tool baru dari dokumentasi resminya.
  • Buat proof of concept atau contoh implementasi sederhana.
  • Tawarkan diri untuk membantu replikasi test case dari tool lama ke tool baru.

Dengan menunjukkan inisiatif, kita tidak hanya memperkuat posisi kita di tim, tetapi juga menciptakan dampak positif terhadap keberhasilan project.

6. Jangan Lupakan Value dari Automated Testing

Automated testing bukan sekadar “alat” tapi strategi kualitas. Apapun framework-nya, tujuannya tetap:

  • Mempercepat proses regression
  • Menurunkan human error
  • Memberikan feedback cepat kepada tim developer

Oleh karena itu, jangan biarkan diskusi tentang “tool apa yang lebih baik” mengalahkan fokus pada manfaat testing itu sendiri. Testing mindset tetaplah fondasi dari pekerjaan kita sebagai QA.

7. Dokumentasikan Perbandingan: Before vs After

Dalam proses migrasi tool automated testing, jangan lupakan pentingnya dokumentasi dan evaluasi. Buatlah report comparison yang menunjukkan:

  • Waktu eksekusi sebelum vs sesudah
  • Jumlah test cases yang berhasil dijalankan
  • Integrasi dengan CI/CD pipeline
  • Kemudahan dalam maintenance test
  • Dampak terhadap developer feedback loop

Report semacam ini tidak hanya berguna untuk self-evaluation, tapi juga menjadi bahan diskusi yang objektif di level tim atau manajemen. Ini membantu mengevaluasi apakah keputusan migrasi benar-benar memberikan improvement yang signifikan atau justru menciptakan bottleneck baru.

Selain itu, dokumentasi ini bisa menjadi referensi penting di masa mendatang jika perusahaan kembali menghadapi keputusan serupa.

Insight: QA tidak hanya bertugas testing, tetapi juga berperan sebagai penjaga kualitas proses. Dengan membuat laporan perbandingan, kita menunjukkan ownership terhadap proses yang lebih besar dari sekadar teknis.

Penutup

Dalam menghadapi perubahan tool automated testing, sikap dan respons kita jauh lebih penting dari jenis tool yang digunakan. Dunia software development akan selalu berubah, yang tetap adalah kebutuhan akan orang-orang yang fleksibel, berorientasi pada kualitas, dan terus belajar.

Sebagai QA Engineer, mari jadikan setiap perubahan sebagai peluang untuk tumbuh, bukan ancaman yang membatasi.

0 Komentar

Tambahkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Math Captcha
one × = two


Belum ada komentar.